November 16, 2016

Prokontra sejarah keruntuhan Majapahit [6]

 


Diskusi sejarah masa akhir kerajaan Majapahit pada bagian ini membahas lebih lanjut pro dan kontra perbedaan tafsir Serat Pararaton bagian atau bait terakhir.


Siwi Sang Kenapa empat putra sang sinagara sah saking kadaton alias menggalang koalisi oposisi empat kekuatan yaitu koripan mataram pamotan dan kertabhumi? Karena putra sulung sang sinagara seharusnya yang berhak naik tahta menggantikan sang sinagara yang wafat tahun 1453M. bhre koripan itu adalah putra sulung sang sinagara adalah putra mahkota majapahit. Faktanya yang kemudian tampil adalah berturut turut dua pamannya yaitu girisawardana hyang purwawisesa dan suraprabhawa. logikanya putra mahkota ya kecewa dan itu dirasakan pula oleh tiga adiknya.


Diskuse sebelumnya http://kisahsejarahklasik.blogspot.co.id/2016/11/diskusi-sejarah-keruntuhan-majapahit-5.html




Shalahuddin Gh Siwi Sang Damar Shashangka Kapindho: <<Prabhu rong tahun tumuli sah saking kadhaton. Putranira Sang Sināgara, Bhre Koripan, Bhre Pamotan, Bhre Mataram, pamungsu Bhre Krêtabhumi kaprênah paman.>>

terjemahan siwi sang: <<Ketika Sang Prabhu baru bertahta selama dua tahun, anak-anak Sang Sinagara meninggalkan istana, yaitu Bhre Kahuripan, Bhre Mataram, Bhre Pamotan, dan pamungsu Bhre Kertabhumi>>

terjemahan damar: <<Menjadi Prabhu selama dua tahun lantas pergi dari istana. Putra dari Sang Sināgara, Bhre Koripan, Bhre Pamotan, Bhre Mataram, dan yang termuda Bhre Krêtabhumi adalah pamannya>>

saya kira ini perbedaan fundamental dua terjemahan _di atas. dalam penerjemahan, kita mesti bisa mempreteli jabatan-jabatan masing-masing kata atau frasa di dalam kalimat _atau alinea (bait). mana yang menjadi subjek (fail), predikat (fi'il, verba), dan/atau objek serta keterangan (jika ada).

kita pasti sepakat bahwa yang menjadi predikat (verba) adalah "pergi/meninggalkan" (sah?). yang menjadi objek adalah istana (kadhaton). masalahnya adalah: damar melihat bahwa subjek dari teks di atas adalah sang prabhu, sementara siwi sang melihatnya empat orang (Bhre Kahuripan, Bhre Mataram, Bhre Pamotan, dan pamungsu Bhre Kertabhumi). manakah yang benar dalam hal ini? jika ada orang yang ahli dalam bahasa yang diterjemahkan, ini akan bisa dipecahkan, saya kira.

bagaimana pendapat Sandikasvidya Sankara dan I.b. Anom? siapakah menurut sampean yang menjadi subjek dari predikat "pergi/meinggalkan" dalam teks di atas?


12 Februari pukul 21:17 · Telah disunting · Suka


 


Shalahuddin Gh Lintang Wetan:

maaf baru menanggapi. frasa "gama slam" dalam konteks historis pada saat itu menurut saya jelas merujuk ke demak. siapakah penguasa atas tanah jawa yang beratribut islam paca-kehancuran majapahit? demak. itu sudah pasti. adakah kemungkinan lain? dalam teks sunda, disebut bula "agama selam", yang menghancurkan pajajaran. merujuk ke manakah "agama selam" dalam catatan sunda tersebut? dalam konteks historis, jelas itu merujuk ke aliansi kekuasaan beratribut islam, yang terdiri atas cerbon, banten, dan demak, yang menghancurkan pajajaran pada saat itu. CMIIW. mungkin kang Ojel Sansan Yusandi, penulis novel sejarah sunda, bisa memberikann penjelasan terkait hal ini?

mengenai tahun kapan dwijendra tattwa ditulis, saya tidak tahu. mungkin bliSandikasvidya Sankara atau I.b. Anom bisa menjawabnya? tetapi jika dilhat dari bahasanya, yang menggunakan bahasa kawi, saya kira usianya sudah tua, lebih tua daripada babad tanah jawi yang ditulis pada era kejawen mataram islam. dengan demikian, kesimpulan sementara saya, catatan yang menyatakan bahwa demak menaklukkann majapahit bukan berhulu pada babad tanah jawi, melainkan pada teks yang lebih lama lagi, atau bahkan pada tradisi tutur yang bertahan dalam mind-mind orang jawa dan bali sampai sekarang.


12 Februari pukul 21:15 · Suka


 


Widodo Rama hebat ....sing ngebaca sampai hang otaku , gak nutut ampuuun..., aduh ngopi dulu...biar adem nanti baca lagi 


12 Februari pukul 21:18 · Suka


 


Shalahuddin Gh Widodo Rama: tak ewangi puyeng, mas. haha. kalau sudah membahas silsilah, saya juga puyeng. mimik kopi duluuuuuuuuuuuuuu 


12 Februari pukul 21:19 · Suka · 2


 


Widodo Rama jangan lupa gorengan nya nanti dingin mas Shalahuddin Gh


12 Februari pukul 21:27 · Suka · 1


 


Shalahuddin Gh mungkin mas Ivan Taniputera, penulis kitab besar "kerajaan-kerajaan nusantara pascakeruntuhan majapahit" bisa urun rembuk dalam diskusi ini?


12 Februari pukul 21:36 · Suka


 


Siwi Sang Mas shalahudin@ pada pendapat saya, bagian akhir pararaton itu sedang membicarakan raja yang bertahta tahun 1466M atau raja yang memggantikan bhra hyang purwawisesa mantan bhre wengker. jadi bhre prabu yang jadi subyek berita.

bahwa tokoh yang pernah menjadi bhre pandansalas dan bhre tumapel itu naik tahta sebagai maharaja majapahit pada tahun 1466M. dan baru bertahta dua tahun atau dalam tahun kedua yaitu tahun 1468M, terjadi peristiwa penting atau gejolak yaitu perginya empat putra sang sinagara. bhre prabhu atau raja majapahit yang mokta atau gugur di dalam keraton ini masih termasuk paman mereka atau paman dari empat putra sang sinagara.

saya sepakat bahwa pada pendapat nia kurnia bahwa ungkapan mokta ring kadaton sama seperti mokta ring dampar kencana kasus ranggah rajasa ken arok dalam mula malurung. artinya gugur secara tidak wajar. kenapa, ya karena terkait dengan penyerbuan empat putra sang sinagara itu. sah saking kadaton dapat kita tafsirkan bentuk pencabutan dukungan pada raja. oposisi.


12 Februari pukul 21:41 · Suka · 1


 


Siwi Sang Kenapa empat putra sang sinagara sah saking kadaton alias menggalang koalisi oposisi empat kekuatan yaitu koripan mataram pamotan dan kertabhumi? Karena putra sulung sang sinagara seharusnya yang berhak naik tahta menggantikan sang sinagara yang wafat tahun 1453M. bhre koripan itu adalah putra sulung sang sinagara adalah putra mahkota majapahit. Faktanya yang kemudian tampil adalah berturut turut dua pamannya yaitu girisawardana hyang purwawisesa dan suraprabhawa. logikanya putra mahkota ya kecewa dan itu dirasakan pula oleh tiga adiknya. mereka bikin partai koalisi merah putih. berpusat di jinggan. tafsir nia kurnia sholihat irfan yang saya rujuk, menurut saya sangat kokoh. dapat diuji. saya juga cukup lama mengecek tafsir beliau. awalnya saya ya bingung juga. tapi setelah mengecek berita prasasti 1486M saya mendukung dan menguatkan penafsiran nia kurnia terkait siapa yang sah saking kadaton pada tahun 1468M dan yang melancarkan pralaya pada tahun 1478M hingga menyebabkan gugur maharaja majapahit.


12 Februari pukul 21:56 · Suka


 


Siwi Sang Untuk menafsir bagian akhir pararaton itu kita juga harus menengok prasasti 1447M. kemarin kayaknya ada yang tampilun buku muhamad yamin tatanegara majapahit? saya juga punya. isi lengkap prasasti itu ada di buku m yamin.


12 Februari pukul 22:02 · Suka


 


Julian Permata mohon penjelasan maharaja majapahit siapa namanya yg gugur pak Siwi sang ? terima kasih sebelumnya


12 Februari pukul 22:04 · Suka


 


Shalahuddin Gh Siwi Sang: <<Prabhu rong tahun tumuli sah saking kadhaton>>

setelah saya cek kamus kawi saya, "tumuli" bermakna "berlanjut dengan segera" atau "segera setelah itu". dalam bahasa inggris, sering kali direpresentasi dengan kata "once". contoh: Once she became my wife, I fucked her (segera setelah dia jadi istriku, aku pun mengenthunya."

dalam logika kalimat di atas, jelas bahwa yang pergi dari istana adalah "sang prabu", bukan 4 orang spt yang kamu sebutkan itu. kenapa demikian? begini, mas siwi. ini ilmu logika tingkat dasar. perhatikan dengan baik, ya:

bhre pandhansalas yang sebelumnya menjadi penguasa di tumapel lantas menjadi raja (prabhu) di wilwatikta (majapahit). tetapi itu hanya berlangsung selama dua tahun. SEGERA SETELAH ITU, dia pergi dari istana. frasa SEGERA SETELAH ITU, yang merupakan terjemahan dari kata TUMULI, menjadi bermakna di situ jika diatributkan pada bhre pandhansalas. apakah sudah paham?

colek Desak N. Pusparini Damar Shashangka Sandikasvidya Sankara I.b. Anom Toko Buku Blackird.


12 Februari pukul 22:04 · Suka


 


Aryo Nugroho @kang siwi: Tapi kalo kertabhumi bersaudara dikatakan pergi dari kedaton(ibukota) rasanya kok agak aneh, Bukankah domisili mereka itu memang harusnya di luar ibukota, karena mereka menjabat sebagai bupati/bhre di berbagai daerah. Kalo sang prabu yg pergi ke luar kota itu baru berita.


12 Februari pukul 22:23 · Telah disunting · Suka

 

BERSAMBUNG