Negarakertagama menyebut dyah Lembu Tal sebagai sang Perwira Yudha atau sosok yang gagah perwira di medan perang. Dalam sejarah pararaja Tumapel dan Majapahit, Negarakertagama yang selesai ditulis pada 1365M hanya menyebut dua tokoh bergelar sang Perwira Yudha, yaitu Ranggah Rajasa dan dyah Lembu Tal. Nyata ini gelar istimewa, tidak setiap tokoh mendapatkannya. [Girindra hal. 131-132]
Tokoh ini hanya termuat dalam
Negarakertagama karya Prapanca. Sangat mungkin Prapanca sengaja membuka kembali
sejarah pahlawan besar dyah Lembu Tal yang menganut Boddha. Prapanca sangat
berkepentingan dengan perkara ini. Prapanca adalah penganut Boddha, pernah
menjadi dharmaupapati Kandangan rarai. Prapanca sangat mungkin lama kecewa
ketika dyah Lembu Tal yang oleh para penganut Boddha dianggap sebagai pahlawan
besar, bapak pendiri negara, tidak pernah disinggung dalam prasasti manapun,
terutama oleh putranya sendiri, Wijaya. Kenyataan ini memunculkan dugaan Wijaya
sengaja tidak membicarakan dyah Lembu Tal, lantaran ayahnya penganut Boddha.
Sementara Wijaya sedang berjuang mengangkat derajat darah Girindra atau Rajasa,
sedang berjuang mengibarkan bendera kerajaan berhaluan Siwa. Kemungkinan kedua
mengapa raden Wijaya tidak pernah bicara tentang dyah Lembu Tal, karena ayahnya
tidak pernah menjadi raja, beda dengan sang kakek, Bhatara Narasingamurti.
Tentu derajatnya bakal kurang dahsat jika mengaku semata putra senapati keraton
Singhasari. raden Wijaya berkepentingan menunjukkan dirinya sebagai keturunan
raja. Raden Wijaya menyebut sebagai keturunan Rajasa dari garis sang kakek,
Narasinghamurti. Dyah Lembu Tal putra Narashingamurti dilintasi begitu saja.
Ini sangat aneh. Selama ini tidak ada yang menguak jauh mengapa Wijaya ogah
menyebut ayahnya sendiri. Ada apa sesungguhnya dengan tokoh dahsat dyah Lembu
Tal? [Girindra hal. 132]
TERNYATA masih ada sebagian
sejarawan yang meragukan identifikasi Dyah Lembu Tal sebagai tokoh berjenis
kelamin laki dan menganut agama Boddha. Dengan kata lain, pengidentifikasian
Dyah lembu Tal dalam buku Girindra Pararaja Tumapel Majapahit mendapat
sanggahan dan tentangan keras.
Sebagian sejarawan yang menyanggah
dyah Lembu Tal sebagai ayah raden Wijaya tentu saja berpendapat bahwa bahwa
Dyah Lembu Tal adalah tokoh berjenis kelamin perempuan, yang berdasarkan naskah
dari Sunda dan Babad Tanah Jawi menyebutkan sebagai permaisuri putra makhota
kerajaan Sunda yang kelak menurunkan Raden Wijaya atau Jaka Sesuruh. Sebagian
sejarawan yang menyanggah itu juga berpendapat bahwa Dyah lembu Tal bukan tokoh
yang menganut Boddha, melainkan Siwa sebagaimana Raden Wijaya.
Untuk menelusuri siapa Dyah Lembu
Tal, dalam kesempatan ini sementara memulai dengan mengamati hasil karya atau
penulisan Prapanca dalam kakawin Decawarnanna atau Negarakertagama yang selesai
ditulis tahun 1365M.
Bahwa Prapanca ternyata seorang
wartawan Majapahit yang penulisannya sangat kronologis.
Termasuk di sini ketika menulis
sejarah para keluarga Girindra Tumapel dan terutama lagi terkait kapan tahun
wafat dan dimana tempat pendarmaan mereka.
Prapanca tidak pernah mengulang dua
kali ketika menulis itu, termasuk ketika menulis tahun wafat dan tempat
pendarmaan Sang Narasingamurti.
Tulisan sebelumnya: http://kisahsejarahklasik.blogspot.co.id/2017/01/tafsir-sejarah-dyah-lembu-tal-sebagai.html
===========
SIWI SANG
BERSAMBUNG